Minggu, 09 Agustus 2015

Dakota Seulawah, Pesawat Angkut Pertama RI dari Jaman Kemerdekaan

Tahukah kalian, pesawat terbang (pesawat angkut) pertama yang dimiliki Indonesia?.

Jika kita berkunjung ke Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Anjungan Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, disana akan kita lihat sebuah pesawat terbang Dakota DC-3 yang merupakan replika dari pesawat terbang pertama yang dimiliki rakyat Indonesia. Pesawat ini sangat besar jasanya dalam perjuangan awal pembentukan negara Indonesia.

Pesawat terbang (pesawat angkut) pertama yang dimiliki Rakyat Indonesia tersebut adalah sumbangan masyarakat Aceh, Sebuah Pesawat Dakota yang memiliki panjang badan 19,66 meter, rentang sayap 28.96 meter, ditenagai dua mesin Pratt & Whitney berbobot 8.030 kg dan memiliki kecepatan maksimum 346 km/jam serta dilengkapi radio pemancar dengan callsign-SMN untuk meneruskan berita dari Indonesia ke seluruh dunia. Pesawat ini diberi nama Dakota Seulawah RI-001. Seulawah berarti "Gunung Emas".

Pada masa itu, Presiden Soekarno berhasil membangkitkan semangat patriotisme masyarakat Aceh. Melalui penghimpunan dana yang dilakukan oleh Panitia Dana Dakota di Aceh dipimpin oleh HM Djoened Joesof dan Said Muhammad Alhabsyi, terkumpul dana setara dengan 20 kilogram emas yang berasal dari harta pribadi masyarakat Aceh, kemudian dana tersebut digunakan untuk membeli pesawat Seulawah. Pemberian pesawat Seulawah tersebut merupakan bukti nyata dukungan masyarakat Aceh dalam proses perjalanan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.

Selain jasanya yang besar dalam perjuangan awal pembentukan negara Indonesia, Pesawat Seulawah RI-001 juga merupakan awal sejarah berdirinya perusahaan penerbangan niaga pertama Indonesia yaitu Indonesian Airways, yang sekarang lebih dikenal dengan Garuda Indonesia Airways.

Kehadiran Dakota RI-001 Seulawah mendorong dibukanya jalur penerbangan Jawa-Sumatra, bahkan hingga ke luar negeri. Pada bulan November 1948, Wakil Presiden Mohammad Hatta mengadakan perjalanan keliling Sumatra dengan rute Maguwo-Kutaraja-Payakumbuh.

Di Kutaraja, pesawat tersebut digunakan joy flight bagi para pemuka rakyat Aceh dan penyebaran pamflet. Pada tanggal 4 Desember 1948 pesawat digunakan untuk mengangkut kadet ALRI dari Payakumbuh ke Kutaraja, serta untuk pemotretan udara di atas Gunung Merapi.

Pada awal Desember 1948 pesawat Dakota RI-001 Seulawah bertolak dari Lanud Maguwo-Kutaraja dan bertolak menuju Kalkuta, India. Pesawat diawaki Kapten Pilot J. Maupin, Kopilot OU III Sutardjo Sigit, juru radio Adisumarmo, dan juru mesin Caesselberry. Perjalanan ke Kalkuta adalah untuk melakukan perawatan berkala. Ketika terjadi Agresi Militer Belanda ke II , Dakota RI-001 Seulawah tidak bisa kembali ke tanah air. Atas prakarsa Wiweko Supono, dengan modal Dakota RI-001 Seulawah itulah, maka didirikanlah perusahaan penerbangan niaga pertama, Indonesian Airways, dengan kantor di Birma (kini Myanmar).

Seiring dengan perkembangan teknologi kedirgantaraan, beberapa jenis pesawat terbang generasi tua dinyatakan berakhir masa operasinya. Salah satunya adalah pesawat Dakota Seulawah RI-001. Akhirnya, sejak tahun 1975 hingga sekarang pesawat tersebut dipajang di Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Selain di TMII, ada juga replika pesawat tersebut yang dipajang di lapangan Blang Padang kota Banda Aceh dan Museum Ranggon, Myanmar karena pernah menjadi salah satu pesawat angkut di Myanmar.

Sumber : wikipedia.org , Kemendikbud. merdeka.com

Rabu, 05 Agustus 2015

R80, Satu Lagi Karya Anak Bangsa yang Canggih Dikelasnya,

PT Regio Aviasi Industri (RAI), PT Ilthabi Rekatama, PT Dirgantara Indonesia (PT DI) dan PT Eagle Capital milik BJ Habibie berencana untuk bersama-sama akan membangun pesawat komersial R80.

Rencananya, pembuatan R80 akan melibatkan PT DI dan Pemprov Jabar. Pada tahap awal, PT RAI telah mengalokasikan dana sebesar US$ 1 miliar. Setelah penandatanganan MoU, pihaknya akan menindaklanjuti dengan mengerahkan sekitar 500 teknisi. R80 memiliki kemampuan terbang di atas 20.000 kaki dan mempunyai kapasitas penumpang yang cukup besar. Biaya pembuatan pesawat canggih ini sekitar 500 ribu sampai 700 ribu dolar AS untuk engineering, prototype, dan pengujian pesawat terbang baik di darat maupun udara.

R80 diperkirakan rampung penyelesaiannya pada tahun 2018. Rencananya, pesawat dengan 80 tempat duduk itu akan melakukan penerbangan perdana di Bandara Internasional Jawa Barat di Kertajati, Kabupaten Malajengka.

Direktur Teknologi dan Pengembangan PT D.I. Andi Alisyahbana mengatakan, fase pertama proyek ini adalah tahap konfigurasi, yaitu menentukan jumlah penumpang, apakah sayap mau atas bawah. Dari sisi pasar untuk pesawat R80 belum memiliki pesaing. Saat ini, tidak ada produsen pesawat di dunia yang bermain pada kelas 80 penumpang.

Selanjutnya, pada fase kedua PT DI dan PT RAI akan masuk ke tahap desain awal. Targetnya prosesnya dimulai tahun 2015. “Setelah itu, preliminary design, bentuknya nanti mau gimana. Itu Insya Allah kita mulai tahun depan, karena ini tergantung dana,” jelasnya.

Tahap terakhir, PT DI dan PT RAI akan memasuki fase terberat yaitu detail design. Fase ini nantinya akan masuki tahap pembuatan purwarupa (prototype) hingga sertifikasi pesawat.
“Paling berat nanti detail design, nanti membuat prototype,” jelasnya. Harapannya pesawat bermesin turboprop ini bisa dijual ke publik mulai tahun 2020. Namun syaratnya, proses pembiayaan pengembangan pesawat ini berjalan lancar.

Spesifikasi R-80
Berikut ini adalah spesifikasi dari pesawat R80: 

Number of Passenger: 80 – 92 Pax 

Speed :
– Economical Speed 290 Knots
– Maximum Speed 330 Knots

Range
– Design Range at 7600 kg Payload 800 Nm
– Range at maximum Payload 8,780 kg 400 Nm

Payload
– Design Payload at 800 Nm 7600 Kg
– Maximum Payload at 400 Nm 8780 Kg

Altitude
– Maximum Cruising Altitude 25,000 Ft
– OEI Altitude 17,500 Ft

Field Performance
– Take Off Field Length, ISA, SL 4,500 Ft
– Landing Field Length, ISA, SL 4,500 ft

Propulsion
– Twin Turboprops 4,600 Shp
– Propeller Diameter, 6 Blades 13,5 Ft

Weight
– Maximum Take Off Weight 27,500 Kg
– Operating Empty Weight 16,900 Kg

Menurut BJ Habibie, Pesawat R80 tersebut merupakan revolusi dari pesawat N250, namun secara teknologi sudah jauh lebih canggih. Secara by pass rasio 40 dan bisa lebih hemat bahan bakar mencapai 30 persen. Pesawat ini juga dapat dikendalikan secara elektronik atau dikenal istilah fly by wire. Selain itu, baling-baling yang ada di sayap juga termasuk teknologi baru, karena dapat menentukan antara angin dingin dan angin panas yang dihasilkan dari mesin. Dengan teknologi-teknologi ini, maka pesawat dapat melaju dengan kecepatan jauh lebih tinggi, namun tetap efisien.

Pesawat berkapasitas 80-90 penumpang ini diperkirakan akan dijual sekitar US$ 25 juta per unitnya, atau setara Rp. 250 miliar (jika kurs US $1 = Rp IDR 10.000). Dari segi harga R80 jauh lebih murah dibandingkan pesawat sejenis buatan Eropa yang harganya berkisar US$ 3 miliar

Sumber : Indocropcircles

Selasa, 04 Agustus 2015

JX-1, Drone Terbesar di Asia Karya Anak Negeri - Josaphat Tetuko Sri Sumantyo

Banyak karya anak bangsa Indonesia yang mendunia. Namun ironisnya, kurang dihargai di negeri sendiri. Akibatnya, banyak ilmuwan asal Tanah Air terpaksa hijrah ke luar negeri. Salah satunya, Profesor Josaphat Tetuko Sri Sumantyo, yang telah ratusan kali melakukan presentasi di berbagai negara dan mengantongi 120 hak paten.

Pesawat terbang tanpa awak (PTTA), radar, dan satelit adalah teknologi yang telah membawa guru besar Universitas Chiba, Jepang itu dikenal dunia Internasional. Josh, begitu sapaan pria kelahiran Bandung, 25 Juni 1970 ini, dipercayakan oleh Universitas Chiba mengelola dan mengepalai laboratorium sendiri bernama Josaphat Microwave Remote Sensing Laboratory (JMRSL).

Di laboratorium itu, ia bersama beberapa rekannya melakukan riset dan rekayasa. Hasilnya, JX-1, PTTA atau UAV (Unmanned Aerial Vehicle) ini menjadi terbesar yang dibuat di Asia. JX-1 rampung dibuat sejak tahun 2012 .


Karya yang ia kembangkan pun mendapat perhatian dari sejumlah negara, seperti Malaysia dan Jepang melalui program transfer teknologi.

Josh menuturkan, sejak tahun 2010 Pemerintah Malaysia telah melakukan kerjasama dengan dirinya melalui Japan Internasional Cooperation Agency - Japan Science and Technology Agency with Official Development Assistance atau JICA-JST ODA, program Pemerintah Jepang.


PTTA atau UAV yang diminati pemerintah Malaysia ini pun telah berjalan dan rencana tahun 2015 telah selesai. Pemerintah Malaysia akan menggunakan PTTA tersebut untuk membantu menjaga tapal batas dengan Indonesia. Josh berharap, Indonesia negaranya sendiripun ke depan berminat mengaplikasikan teknologi yang ia kembangkan.

Selain PTTA, sejumlah kerjasama juga dilakukan bersama pemerintah Malaysia seperti pengembangan penginderaan jauh. Teknologi ini diharapkan bisa membantu pengamatan bencana alam di negeri jiran.

Kerjasama lainnya adalah bantuan supervisi untuk pengolahan data SAR ini yang dapat mengetahui perubahan permukaan Bumi dengan akurasi milimeter dengan pengamatan dari jarak lebih dari 700 km dengan berbagai aplikasinya misalnya pengamatan tanah longsor, penurunan tanah, dan lain-lain di wilayah Malaysia berikut pengembangan SDM di Malaysia.

Synthetic Aperture Radar (SAR) adalah suatu bentuk radar yang digunakan untuk membuat gambar dari obyek, seperti landscape. SAR biasanya dipasang di pesawat atau pesawat luang angkasa dan berasal sebagai bentuk lanjutan dari Side Looking Airborne Radar (SLAR). Jarak perangkat SAR dikirimkan melalui Antenna Aperture.

Di teknologi ini Josh juga berhasil menciptakan antena tembus pandang (transparent antenna), antena mikrostrip yang dapat digunakan berkomunikasi dengan satelit dan berbagai jenis antena untuk keperluan mobile satellite communications. Dalam penelitian ini, ia bergabung dengan laboratorium Prof. Ito Koichi.

Selain itu banyak penemuan yang telah ia hasilkan, seperti circularly polarized synthetic aperture untuk PTTA, radar peramal cuaca 3 dimensi dan small satelite. Saat ini Josh bersama rekan dan mahasiswanya di Universitas Chiba mengembangkan JX-2, UAV model baru yang lebih canggih dan lebih ringan.

Sumber : Indo Crop Circles